Soal cepatnya perhitungan suara dalam pilpres Iran
Bagaimana bisa anda menghitung 40 juta suara dalam waktu secepat itu? Itulah pertanyaan yang banyak diangkat para analis internasional dalam kaitan dengan pilpres di Iran. “Ini mencurigakan,” kata mereka. Hasil perhitungan suara dalam pilpres Iran sudah bisa diketahui sekitar 12 jam setelah pemilihan dilakukan di TPS-TPS.

Sebagaimana sudah pernah saya tulis sebelumnya, salah satu cara untuk meminimalisasi kecurangan dalam pemilu (electoral fraud) adalah dengan mempercepat proses perhitungan suara. Jika prosesnya memakan waktu yang lama, maka peluang-peluang kecurangan akan sangat terbuka.

Ada dua cara untuk melakukan itu: [1] memanfaatkan teknologi dalam sistem perhitungan suara; dan [2] menyederhanakan tahapan proes perhitungan suara. Di Indonesia, misalnya, kini sudah muncul wacana untuk menggunakan electronic voting dan menyerdehanakan tahapan rekapitulasi perhitungan suara dari TPS langsung ke KPUD Kota/Kabupaten dan KPU Pusat, tanpa melalui tingkat PPK di kecamatan dan KPUD Propinsi. Waktu 1 bulan yang ditempuh untuk menghitung suara dalam pileg di Indonesia dirasa sangat rawan akan praktik-praktik jual-beli suara di setiap levelnya.

Mari kita kembali ke pilpres Iran. Iran memang masih menggunakan format surat suara berbasiskan kertas. Namun pada pilpres 2009, seperti dilaporkan laman Bussiness Intelligence, pihak administrasi pemilu menyatakan telah memanfaatkan teknologi komputer untuk merekapitulasi perhitungan suara yang datang dari TPS-TPS.

Ini artinya Iran sudah memanfaatkan teknologi/metode vote-counting system bernama optical scan counting. Prosesnya, kertas surat suara dikumpulkan dan dipindai dalam sebuah mesin pemindai khusus untuk mentabulasikan total suara. Meski hanya untuk perhitungan berbasis TI, metode seperti ini telah dilakukan KPU Indonesia pada pileg 2009. Perbedaannya, variabel yang mesti dihitung dalam pilpres Iran jelas jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pileg Indonesia (yang rumitnya minta ampuuun!!!).

Dengan metode ini, pihak administrasi pemilu Iran bisa menuntaskan rekapitulasi sekitar 40 juta suara dalam waktu 12 jam. Menurut saya setidaknya ini masuk akal. Sebab, pada pilpres 2005, tanpa metode yang dimaksud sekalipun, rekapitulasi bisa selesai dalam waktu 24 jam. Artinya, isu infrastruktur dan logistik pemilu sudah tertangani dengan baik di Iran setelah lebih daripada 30 tahun negara ini melakukan pemilu.

Sebagai perbandingan lain, KPU Brazil dengan metode direct-recording voting atau memilih dengan sebuah alat elektronik mampu menyelesaikan perhitungan lebih daripada 95 juta suara dalam waktu 12 jam. Dengan teknologi yang sedikit di bawah Brazil, bukankah masuk akal jika Iran berhasil menghitung 40 juta suara (setengah dari jumlah suara di Brasil) dalam waktu yang sama.

Lebih jauh, seperti dipaparkan laman ACE Electoral Knowledge Network, tahapan rekapitulasi perhitungan suara di Iran jauh lebih sederhana dibandingkan dengan di Indonesia. Suara dihitung pertama kali di tingkat TPS. Setelah selesai, surat suara dikembalikan ke dalam kotak suara yang kemudian disegel dan ditransfer ke komite-komite pemilu di tiap distrik untuk dilakukan rekapitulasi akhir. Sebagai catatan, komite-komite pemilu terdiri dari pemerintahan distrik, jaksa distrik, pegawai catatan sipil distrik, dan 8 orang perwakilan publik (tidak diketahui apa mereka dipilih atau diangkat).

Hasil yang diumukan Kementerian Dalam Negeri tampaknya adalah hasil rekap komite-komite pemilu di tiap-tiap distrik. Mungkin saja apa yang diterima kubu Mir Hossein Mousavi–dan yang kemudian diklaim sebagai angka kemenangan sebelum hasil resmi diumukan–adalah hasil rekap dari sebagian distrik, dimana Mousavi mengungguli Ahmadinejad.

Catatan:

1. kecurigaan telah terjadi kecurangan dengan alasan begitu cepatnya proses perhitungan suara dilakukan tampaknya justru muncul dari analis-analis dan media Barat, bukan dari kubu Mousavi sendiri. Mohsen Makhmalbaf, jurbicara kubu Mousavi di luar negeri, justru mengkritik Kementerian Dalam Negeri Iran karena lambat mengumumkan hasil perhitungan suara!!!

2. pilpres di Iran, sebagaimana pemilu di negara-negara lain, melibatkan banyak orang dan pihak. Rival-rival Ahmadinejad dalam pilpres kali ini pun bukan orang-orang sembarangan yang tidak punya akses ke pemerintahan. Mohsen Rezai adalah anggota Majelis Penasehat pemimpin tertinggi, sementara Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, pendukung utama Mousavi, adalah Ketua Dewan Ahli yang punya wewenang untuk “memecat” pemimpin tertinggi. Artinya, sulit untuk mengatakan bahwa orang-orang penting itu tidak akan mengetahui atau mendeteksi jika adanya kecurangan yang massif.

Dalam kaitan ini, Stratfor, lembaga tangki pemikir berbasis di Texas yang kerap dihubungkan dengan CIA dalam analisisnya, yang berjudul Western Misconception Meet Iranian Reality, menyatakan:

“…tentunya (kecurangan) ini mungkin, tetapi sulit untuk melihat bagaimana dia (Ahmadinejad) bisa mencuri pemilihan dalam margin yang begitu besar. Melakukan hal tersebut akan memerlukan keterlibatan jumlah orang yang luar biasa banyaknya, dan akan memunculkan risiko suatu jumlah yang cukup jelas tidak akan bersesuaian dengan sentimen di setiap kota. Sebuah penipuan yang massif berarti bahwa Ahmadinejad di Teheran memproduksi angka-angka tanpa mempertimbangkan kaitannya dengan suara di lapangan. Tetapi ia memiliki banyak musuh kuat yang akan cepat mendeteksi hal ini dan akan menuduhnya atas hal ini. Mousavi masih bersikeras bahwa dia dirampok, dan kita harus tetap terbuka terhadap kemungkinan bahwa dia memang dirampok, walaupun sulit untuk melihat cara melakukan ini.”